Laman

Sabtu, 08 Mei 2010

MELUNASI UTANG DENGAN TAMBAHAN TANPA DISYARATKAN DI AKAD

MELUNASI UTANG DENGAN TAMBAHAN TANPA DISYARATKAN DI AKAD

Tanya :

bolehkah kita melunasi utang dengan memberikan tambahan uang tertentu, sebagai hadiah tanpa kita syaratkan di saat akad? Benarkah itu dibolehkan berdasar hadis,”Sesungguhnya sebaik-baik kamu adalah yang paling baik dalam melunasi utangnya”? (Eri M, Yogyakarta)

Jawab :

Jika seseorang memberikan pinjaman (qardh) kepada orang lain dan mensyaratkan tambahan pada saat akad, tambahan ini hukumnya haram karena termasuk riba. Semua ulama sepakat akan keharamannya tanpa perbedaan pendapat. (Taqiyyuddin Nabhani, Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, 2/343). Ibnu Qayyim berkata,”Riba ini disepakati keharaman dan kebatilannya. Keharamannya sudah diketahui dalam agama Islam seperti haramnya zina dan mencuri.” (Ighatsah al-Lahfan, 2/10). Ibnu Mundzir berkata,”Para ulama sepakat jika pemberi pinjaman mensyaratkan kepada peminjam tambahan atau hadiah…maka tambahan yang diambil itu adalah riba.” (Al-Ijma’, hal. 39).
Namun jika tambahan itu tak disyaratkan dalam akad, ada beda pendapat. Menurut Imam an-Nabhani, jika tambahan itu diberikan sebagai hadiah, hukumnya dirinci. Jika peminjam sudah biasa memberi hadiah kepada pemberi pinjaman, hukumnya boleh. Tapi jika tidak biasa, hukumnya haram. (Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, 2/343).

Dalilnya hadis dari Anas RA, dia berkata,”Seorang lelaki dari kami bertanya dia pernah memberi pinjaman (qardh) kepada saudaranya, lalu saudaranya memberi hadiah kepadanya. Maka Anas RA berkata,’Nabi SAW bersabda,’ Jika salah seorang kamu memberikan pinjaman lalu dia diberi hadiah, atau dinaikkan di atas kendaraan, janganlah dia menaiki kendaraan itu dan jangan pula menerima hadiah itu, kecuali itu sudah pernah terjadi sebelumnya antara dia [pemberi pinjaman] dan dia [peminjam].” (HR Ibnu Majah). (Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, 2/341)
.
Sedangkan hadis,”Sesungguhnya sebaik-baik kamu adalah yang paling baik dalam melunasi utangnya.” (HR Bukhari no 2306; Muslim no 1600), para ulama berbeda pendapat apakah dapat dijadikan dalil membolehkan tambahan atas utang tanpa disyarakan di akad. Sebagian ulama membolehkan, jika tambahan itu berasal dari inisiatif pihak yang meminjam. (Lihat Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Fatawa Islamiyah, 2/414).

Namun sebagian ulama seperti Imam Taqiyuddin An-Nabhani tetap tak membolehkan. Pendapat ini lebih rajih (kuat) karena lebih sesuai dengan topik atau latar belakang hadis, yaitu Nabi SAW ditagih seseorang yang memberi pinjaman seekor unta kepada Nabi SAW. Beliau lalu menyuruh sahabat membelikan unta, tapi tak didapat kecuali unta yang lebih baik (lebih tua). Nabi SAW pun bersabda,”Belilah unta itu dan berikan kepadanya sebab sebaik-baik kamu adalah yang paling baik dalam melunasi utangnya.” (HR Bukhari no 2306). Jadi, menurut Imam An-Nabhani, topik hadis ini adalah pelunasan utang yang baik (as-sadad al hasan), bukan pemberian tambahan dari jumlah utang yang dipinjam (ziyadah ‘amma ustuqridho). Yang terjadi adalah bertambahnya kualitas, bukan kuantitas.(Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, 2/343).

Maka hadis ini tidak tepat dijadikan dalil untuk membolehkan tambahan dalam melunasi utang tanpa disyaratkan di akad. Jadi tambahan ini tetap haram kecuali jika peminjam sudah terbiasa memberi hadiah kepada pemberi peminjam. Wallahu a’lam. [ ]

Pangkalan Bun, 14 Maret 2010

Muhammad Shiddiq Al-Jawi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar